Resensi buku Calak Edu 4, Esai-esai Pendidikan 2012-2014 karya Ahmad Baedowi
Koran Jakarta | Jumat, 12 Juni 2015 | Yaumis Salam
Tema pendidikan tak pernah habis dikupas. Berbagai argumen dari beragam sudut pandang dilontarkan dalam menyoroti masalah pendidikan. Buku Calak Edu 4 berisi kumpulan esai tentang pendidikan yang ditulis Ahmad Baedhowi dalam kurun waktu dua tahun. Pembaca diajak menyelami dunia pendidikan dengan beragam tema.
Buku terdiri dari empat bagian. Bagian pertama bertajuk manajemen sekolah, mengulas beberapa fokus terkait pengelolaan sekolah. Ini akan menentukan keefektifan regulasi atau penanganan tiap kasus di lingkungan sekolah.
Masih terkait dengan pengelolaan sekolah, terekam jelas dalam ingatan akan kasus kekerasan yang menimpa anak-anak di Jakarta Internasional School. Melihat kasus tersebuat, diperlukan evaluasi atas eksistensi sekolah-sekolah internasional untuk memastikan sistem pendidikan sungguh berkualitas. Sekolah internasional pun harus tunduk pada aturan di Indonesia. Sekolah internasional harus disupervisi secara ketat dan berkelanjutan karena mayoritas siswa anak Indonesia juga (hlm 14).
Bagian kedua membahas strategi pembelajaran. Saat ini, masalah utama yang dihadapi para guru sulit menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta kreatif. Orientasi pendidikan lebih ke tes dan hasil ujian. Hal ini membuat pendidikan beku di tengah perkembangan ide dan kreativitas anak-anak negara lain.
Melihat kondisi tersebut, penting bagi guru memiliki kreativitas dan keberanian melawan budaya pendidikan yang tidak menghargai perbedaan. Meski sebuah kreativitas sering dianggap penyimpangan, jika terkait masalah budaya dan kemanusiaan secara keseluruhan, biasanya akan diterima (hlm 43). Keberanian berinovasi dalam pembelajaran penting dilakukan guru.
Bagian ketiga berbicara tentang kebijakan pendidikan yang tak bisa lepas dari pembicaraan tentang kurikulum. Dari pengalaman penulis buku ini saat melatih guru di bidang pengembangan kurikulum, didapati banyak kebingungan para guru dalam memahami maksud dan tujuan kurikulum. Padahal, peran guru dalam pengembangan kurikulum sangat penting dan menentukan berhasil tidaknya sebuah kebijakan atau sistem pendidikan. Maka, peningkatan kapasitas guru jauh lebih utama dari aspek apa pun di bidang pendidikan (hlm 164).
Bagian keempat, yang menjadi bab terakhir, membahas manajemen konflik berbasis sekolah. Kekerasan berupa tawuran pelajar yang sering marak menunjukkan sekolah menjadi rawan konflik.
Memang kadang konflik sulit dihindari, namun bisa dikelola. Konflik dikelola secara konstruktif dengan menciptakan mekanisme interpersonal problem solving dan membangun dialog. Itulah contoh kegiatan yang bisa diberdayakan agar konflik dapat tersalurkan ke arah yang positif sehingga tidak memicu kekerasan, apalagi sampai menimbulkan tindakan anarkistis (hlm 223).
Bacaan ini membuka mata lebar terbuka dalam mengerti kondisi dan persoalan pendidikan sekarang. Tiap- tiap tema diulas secara tajam, namun dengan bahasa ringan khas artikel populer. Jadi, buku mudah dipahami. Buku penting dibaca akademisi, guru, pakar pendidikan, dan masyarakat umum.