Resensi buku Pengembangan Kapasitas Guru karya Khoiruddin Bashori, Dkk.
Koran Jakarta | Jumat, 2 Oktober 2015 | Yaumis Salam
Buku Pengembangan Kapasitas Guru bisa menjadi rujukan calon-calon guru yang akan mengajar. Bahkan dia dapat menjadi referensi terbaru pendidik dalam mengembangkan diri.
Buku memuat pengalaman dan petualangan mengajar anak didik di Sekolah Sukma Bangsa Aceh. Ada 12 bab yang dibahas dalam buku yang bertujuan memajukan maupun mengembangkan kapasitas guru dalam pembelajaran. Di antaranya mengembangkan pengetahuan dan pemahaman profesionalitas, memperluas bekal kependidikan, serta membantu guru mempersiapkan diri menghadapi perubahan (hal 10).
Banyak inspirasi untuk membangunkan potensi dan kemampuan guru dalam mengajar. Hal kecil yang senantiasa dilakukan dalam keseharian seperti menulis, ibarat petualangan untuk menemukan makna baru. Guru yang memiliki kebiasaan menulis akan lebih mudah melacak kemajuan murid-muridnya melalui catatan lapangan. Terdapat beberapa model penulisan yang dapat meningkatkan kapasitas profesional guru. Kebiasaan menulis seperti catatan lapangan, jurnal dialog, portofolio, artikel cetak/online, dan buku ajar sangat bermanfaat (hal 86).
Salah satu contoh dilakukan Jamilah, guru Bimbingan Konseling Sekolah Sukma Bangsa. Awal-awalnya dia merasa, menulis itu tidak begitu penting. Padahal direktur pendidikan waktu itu mendorongnya agar mau menulis artikel kegiatan sekolah.
Lambat laun Jamilah merasakan teman-teman satu perjuangan di Sukma Bangsa ini telah memiliki kemampuan ganda sebagai pendidik dan penulis. Karya tulis juga masuk ke media massa lokal maupun nasional. Waktu itu Jamilah merasa bahwa menulis menjadi sebuah keharusan (hal 85).
Bab enam menjelaskan tentang menghidupkan kelompok-kelompok kritis. Ini seperti dialami Agus Maulana atau sering dipanggil Zhauge saat diberi tugas menjadi direktur sekolah Sukma Abangsa Aceh pada periode 2009-2010. Zhauge berimprovisasi dalam mengelola sekolah. Sebagai mantan aktivis saat masih mahasiswa, dia paham betul cara menggerakkan seseorang agar mencapai tujan tertentu. Memiliki pengalaman-pengalaman untuk menghidupkan kelompok-kelompok kritis merupakan kekayaan strategis sebelum melakukan langkah-langkah perubahan yang lebih masif (hal 100).
Sukma Bangsa berbeda dengan sekolah lain. Di sini ada kebiasaan melakukan pertukaran guru. Selama mengikuti program pertukan, para guru yang berprestasi dan memiliki prospek mengajar yang baik berkesempatan meningkatkan kapasitas.
Contoh, guru fisika Fajriyah, sebelum mengikuti program pertukaran guru terkesan pendiam. Setelah mengikuti pertukaran guru di SMP Budi Mudia II Yogjakarta dan Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe menjadi guru yang lebih terbuka dan mudah bergaul dengan teman sejawat baru (hal 158).
Buku dapat memotivasi pembaca. Banyak kenangan dan pengalaman selama mengajar di Sukma Bangsa Aceh tertuang di dalamnya. Banyak masalah guru terpecahkan sehingga pendidik benar-benar produktif dan berkinerja lebih baik.