Tsunami Aceh Lahirkan Metode Sekolah yang Efektif

Cetak

Diskusi Buku Manajemen Sekolah Efektif karya Ahmad Baedowi, Dkk.

JENDELA BUKU, Media Indonesia | Minggu, 5 Juli 2015 | Rizky Noor Alam dan Suryani Wandari Putri Pertiwi

 

Sekolah yang belajar menjadi inti dari Sekolah Sukma Bangsa.

Pondisi pendidikan di Indonesia bisa dibilang masih carut-marut, baik dalam masalah kurikulum, ujian nasional, maupun masalah pengelolaan sekolah. Hal itu tentu menjadi perhatian berbagai pihak.

Namun, semua masalah itu bisa diselesaikan dengan manajemen terstruktur dan terbuka. Hal itu yang ditawarkan dan dilakukan Sekolah Sukma Bangsa di Aceh. Semua pengalaman mengelola Sekolah Sukma Bangsa selama 10 tahun terakhir dituangkan dalam buku berjudul Manajemen Sekolah Efektif karya Ahmad Baedowi yang diterbitkan Alvabet.

Buku setebal 490 halaman itu dibedah dalam Obrolan Pembaca Media Indonesia (OPMI) yang berlangsung di Ruang Rapat Besar Gedung Media Indonesia, Jakarta, Kamis (2/7), yang dihadiri puluhan peserta. Sekolah Sukma Bangsa merupakan sekolah yang didirikan pascatsunami Aceh pada 2004. Sekolah tersebut berhasil berdiri berkat dana yang terkumpul dari program Indonesia Menangis kala itu.

“Ini sebetulnya adalah rangkuman perjalanan Yayasan Sukma dalam mengelola sekolah Sukma Bangsa di Aceh. Buku ini isinya adalah hal-hal praktis yang kita pikirkan mengenai manajemen itu apa,” jelas Ahmad Baedowi yang menjabat sebagai Ketua Yayasan Sukma Bangsa.

Menurut Baedowi, dalam mengelola sekolah, perlu ada kerja sama antara sesama guru, guru dan kepala sekolah serta orangtua siswa dan siswa tersebut. Baginya, dalam dunia pendidikan, tidak ada yang salah dan benar, yang ada ialah efektif atau tidak efektif. Jadi, kita perlu membangun manajemen yang efektif agar dapat mengelola sekolah dengan baik yang berimbas pada baiknya pula lulusan-lulusan sekolah tersebut.

“Efektif berdasarkan pengalaman kita itu harus dimulai dari memahami visi, jadi semua stakeholder sekolah harus memiliki visi yang sama, mau dibawa ke mana sekolah itu, bagaimana cara mencapainya, apa saja yang dibutuhkannya, dan pengalaman mencapai visi ini tidak mudah. Mungkin banyak sekolah punya visi tapi apakah semua stakeholder-nya bisa paham,” cetusnya.

Buku tersebut terbagi menjadi 8 bagian pembahasan. Bagian pertama membahas prinsip pengelolaan Sekolah Sukma Bangsa, bagian kedua membangun visi, misi, dan budaya sekolah, bagian ketiga ialah membangun sistem kerja, bagian keempat membahas membangun tim kerja, bagian kelima membahas membangun sistem pembiayaan, bagian keenam ialah membahas supervisesekolah, ketujuh ialah membangun kerja sama, dan bagian terakhir ialah mengenai evaluasi manajemen.

Baedowi juga menegaskan faktor lain yang menentukan, yaitu transparansi. Sekolah Sukama Bangsa memang mempunyai prinsip untuk mengajarkan siswa dengan kejujuran, bahkan dalam mengelola Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). “Kalau sekolah mengajarkan ketidakjujuran, kalau mendesain RAPBS penuh keter sembunyian, artinya anak-anak diajarkan untuk tidak jujur,” jelas Baedowi.

RAPBS

Pusat dari sekolah, menurut buku itu, berada pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Menurut Baedowi, jika RAPBS dapat disusun secara bersama-sama dan memiliki rencana yang jelas, sekolah akan memiliki kondisi yang sehat dan efektif dalam mentransfer ilmu ke para siswa.

“Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apa semua sekolah memiliki cara yang sama dalam merumuskan RAPBS? Dan mengimplementasikannya dengan baik?” ungkapnya.

Dengan RAPBS yang jelas, setiap guru dapat memiliki anggaran yang digunakan untuk mengembangkan siswa di kelasnya dengan kreativitas yang dimiliki sang guru.

Salah satu sistem di Sekolah Sukma Bangsa ialah bracket system. Bracket System tersebut memungkinkan setiap guru di Sekolah Sukma Bangsa mendapatkan anggaran untuk mengembangkan kemampuan inovasi pembelajaran di kelas (halaman 104)

“Guru-guru punya inisiatif dan kreativitas apa untuk mengembangkan kelasnya, dan rencana guru-guru itu juga harus dibuat dalam proposal yang jelas,” papar Baedowi.

Melalui sistem itu, Sekolah Sukma Bangsa mewajibkan RAPBS digunakan untuk laboratorium sosial, seperti pasar, rumah sakit, masjid, dan gereja. Mereka juga mendatangkan tokoh masyarakat, seperti tukang becak atau tukang sapu jalanan, untuk berbagi pengalaman kepada seluruh siswa. Dengan kegiatan tersebut, RAPBS akan terpakai dengan efektif.

“Sesungguhnya itu permasalahan sehari-hari yang seharusnya bisa dikelola oleh masing-masing sekolah tanpa intervensi secara nasional. saya yakin ini akan berjalan,” kata Boedowi.

Ahmad berharap, melalui buku itu, pengalaman dirinya dan rekan-rekannya dalam mengelola Sekolah Sukma Bangsa dapat diikuti sekolah lain, misalnya, dalam pengelolaan RAPBS yang efektif dan pengelolaan hubungan relasi baik di internal sekolah. Dengan metode penjelasan yang praktis dan sedikit teori, isi buku itu bisa dipahami dengan mudah.

 

Mereka Bicara

"Buku ini menarik. Di tengah-tengah banyak cerita menyedihkan tentang pendidikan Indonesia, cerita tentang Sekolah Sukma memberi warna lain. Buku ini layak dibaca para pendidik. Sayang, cara penulisannya agak kaku. Akan lebih menarik jika ditulis dengan gaya bercerita."

LutfiRetno Wahyudyanti, Bloger

"Inspiratif dan bisa menjadi pencerahan di dunia pendidikan. Semoga bisa dipasarkan lebih luas dan lebih banyak masyarakat pendidikan bisa mengambil hikmahnya."

Wikan Satriati, Editor

"Buku ini ialah buku yang sangat efektif untuk kalangan yang baru atau ingin terjun dalam dunia pendidikan, terutama dalam masalah pembangunan sekolah. Sekolah yang ‘berjiwa’ adalah sekolah yang kuat dengan visi dan misinya."

Christine Rianti, Guru

"Isi bukunya sangat bagus dapat menginspirasi, bagus diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Penjelasannya detail sehingga mudah dipahami."

Ali Rosadi, Karyawan Swasta